Jumat, 18 Juni 2010

Menancapkan Inovasi Teknologi di Tepi Indonesia

Ancaman  Indonesia di masa mendatang bukanlah ekstrem kanan atau ekstrem kiri tapi adalah ancaman disintegrasi."

Kekhawatiran akan bahaya disintegrasi bangsa tersebut dilontarkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring, saat meresmikan desa Informasi di desa Tanjung Medang, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau akhir Mei 2010 silam.

Banyak faktor untuk mendorong terjadinya disintegrasi. Salah satunya disebabkan karena tingginya tingkat kesenjangan informasi antar wilayah di Indonesia. Saat ini, kesenjangan informasi sangat dirasakan oleh masyarakat-masyarakat di wilayah perbatasan. Setidaknya itulah yang dialami warga desa Tanjung Medang, Rupat Utara.

Tanjung Medang yang masuk ke dalam Kecamatan Rupat Utara merupakan pulau terluar di wilayah Indonesia dengan luas 1.524 kilometer persegi dengan jumlah penduduk 49 ribu jiwa. Masyarakat di wilayah tersebut cenderung lebih dekat dengan Malaysia. Pasalnya jarak Rupat ke Malaysia hanya 35 Km, sementara Rupat ke Bengkalis sekitar 90 Km dan jarak Rupat Utara ke Kota Dumai sekitar 52 Km lebih.

Kondisi minimnya akses informasi dan teknologi di wilayah perbatasan memerlukan perhatian ekstra pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan. Upaya menggelar program desa berdering, dan desa pinter sepertinya patut diacungi jempol. Melalui program tersebut kini sejumlah wilayah yang sebelumnya belum terjamah layanan komunikasi kini dapat merasakannya. Tapi apakah hanya sampai di situ? Tak dipungkiri upaya mengikis kesenjangan digital juga memerlukan keseriusan peranan sejumlah pemangku kepentingan. Selain itu, inovasi-inovasi juga harus dilakukan terus dilakukan agar program-program seperti Desa berdering tak hanya 'mandeg'. Setelah diresmikan lantas ditinggalkan saja tanpa perlu diupgrade.

Saat berbincang dengan Okezone dia acara peresmian Desa Informasi, di Tanjung Medang GM Network Operation Regional Sumbagteng Telkomsel, Samuel Pasaribu mengungkapkan, untuk menghadirkan layanan telekomunikasi di wilayah perbatasan memerlukan komitmen yang tinggi. Telkomsel sendiri merupakan pemenang paket dua  desa berdering yang akan mengembangkan layanan komunikasi di wilayah Jambi, Riau, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung.

"Kalau bicara untung, atau meraih pelanggan baru  tentunya akan sulit, bahkan bisa dikatakan menyediakan layanan telekomunikasi di wilayah perbatasan seperti ini, takkan balik modal, dan kita memang telah berkomitmen untuk menyediakan layanan telekomunikasi bagi masyarakat," kata Samuel.

Keberadaan sinyal Telkomsel dirasakan betul manfaatnya oleh warga Rupat. Maemunah, warga setempat mengatakan kalau saja sinyal handphone hilang, maka warga akan semakin sulit berkomunikasi dengan dunia luar. "Kita akan semakin bingung," papar Maemunah.

Untuk sementara, menurut Samuel, di wilayah Rupat, Telkomsel menancapkan inovasi teknologi yang mampu menghadirkan layanan voice dan data yang menggunakan jaringan data GPRS/EDGE.

"Perlahan kami akan menghadirkan 3G dan bahkan LTE ke depannya, pastinya, karenan nanti warga di sini tentunya juga akan berkembang dan permintaan akan jaringan 3G dan bahkan LTE tentunya juga akan semakin dibutuhkan," kata Samuel. Wilayah di Sumatera Utara bagian Tengah (Sumbagteng) lain di sekitar Rupat, seperti Batam saat ini juga terus berkembang. Bahkan Telkomsel telah menghadirkan teknologi 3G HSPA+ (high speed packet access plus) yang mampu mencapai kecepatan 21 Mbps. Setingkat Jauh lebih cepat dari teknologi HSDPA yang hanya berkecepatan 7,2 Mbps.

Komitmen Telkomsel untuk menghadirkan layanan telekomunikasi di wilayah 'spesial' sebenarnya telah dibuktikan sejak sekira dua tahun silam lewat program Telkomsel Merah Putih yang akan menjangkau daerah pedesaan, industri terpencil dan bahari (jalur transportasi laut).

Sebagai negara kepulauan sepanjang seperdelapan bentangan dunia dengan luas 1,9 juta kilometer persegi yang memiliki 18.000 pulau, geografis Indonesia memiliki tantangan tersendiri. Menggelar inovasi dan integrasi teknologi dalam upaya menghadirkan solusi teknologi yang tepat untuk wilayah-wilayah yang selama ini kesulitan mendapatkan layanan telekomunikasi juga menjadi tantangan bagi Telkomsel.

Selain wilayah pulau-pulau terpencil, seperti Rupat Utara. Telkomsel juga telah menancapkan inovasi teknologinya di jalur bahari. Hingga saat ini Telkomsel telah melayani layanan telekomunikasi di sekira 15 kapal pelni. Untuk mengimplementasikan inovasi teknologi GSM (Global System for Mobile) berbasis IP (Internet Protocol) berkonsep 'Remote Solution System' di kapal motor. Telkomsel harus merogoh kocek sekira Rp2 miliar untuk investasi awal. Inovasi teknologi ini memberikan kecepatan penyediaan jaringan telekomunikasi selular yang lebih baik, menjadi sekitar 2 jam saja, di mana sebelumnya pembangunan cara konvensional dengan mendirikan menara BTS butuh waktu sekitar 1-2 bulan.

Layanan di kapal-kapal motor milik Pelni hadir dalam bentuk yang lebih simpel tanpa perlu membangun menara Base Transceiver Station (BTS), di mana cukup meletakkan beberapa alat, seperti: antena parabola, modem VSAT IP, pico BTS, solar cell sebagai power supply atau APB baterai (Automatic Power Backup) di daerah yang sudah ada listrik, serta dilengkapi dengan sarana pelayanan publik berupa 2 buah pesawat telepon FWT (Fixed Wireless Telephony) sebagai warsel bagi mereka yang belum mempunyai ponsel.
 
Ketersediaan fasilitas telekomunikasi di kapal ini tentunya akan memberikan manfaat bagi para penumpang untuk tetap dapat berkomunikasi dengan keluarga maupun kerabatnya saat di tengah laut sekalipun. Meskipun perangkat BTS intinya berada di atas kapal, tapi menjangkau semua dek yang ada penumpangnya, BTS intinya ada di atas.

Seperti diketahui ke-15 kapal Pelni yang telah dilayani program Telkomsel Merah Putih diantaranya Kapal Motor Sinabung, Gunung Dempo, Labobar, Bukit Raya, Dobonsolo, Ciremai, Tidar, Nggapulu, Bukit Siguntang, Kelimutu, Lambelu, Sirimau, Kelud, Dorolonda, dan Lawit.

Pesatnya perkembangan teknologi mendorong sejumlah kapal untuk mengadopsi teknologi ini. Direktur Utama PT Pelni Jussabella Sahea, saat ujicoba perangkat outdoor telekomunikasi Telkomsel di KM Lambelu-kapal ke-15 Pelni yang memiliki layanan telekomunikasi Telkomsel- beberapa waktu lalu mengatakan, dulu komunikasi langsung terputus bila penumpang menuju laut, tapi kini komunikasi dengan darat berjalan normal.

Terkoneksinya wilayah terluar dan tepi Indonesia di wilayah jalur bahari, merupakan langkah tepat untuk menyatukan wilayah Indonesia yang demikian luas. Seperti diungkapkan Menkominfo, "Semoga tak hanya terkoneksi secara informasi saja tapi juga tersambung hatinya."

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Menancapkan Inovasi Teknologi di Tepi Indonesia"

Posting Komentar