Selasa, 27 April 2010

Menata Hubungan Setelah Selingkuh

Tertarik dengan orang lain mungkin sulit dihindari, tetapi seyogianya tidak dilanjutkan sebagai permainan atau menjadi hubungan yang lebih dalam. Perselingkuhan sering menghancurkan kepercayaan pasangan dan dapat mengacaukan hidup keluarga.
N seorang ibu berusia 32 tahun menulis:
 
”Dua tahun lalu suami saya berselingkuh dengan pembantu. Begitu terguncang saya karena tidak pernah berpikir suami akan melakukan hal itu. Perbuatan suami sangat meluluhlantakkan setiap sendi kehidupan saya.

Saya terpojok karena gosip ini menyebar ke seluruh kompleks perumahan. Belum lagi ibu-ibu usil membicarakan, menyalahkan, bahkan sampai ada yang memusuhi saya. Tekanan masyarakat sekitar tertuju kepada saya karena saya dianggap tidak becus mengurus suami sampai harus pergi ke pelukan pembantu.
Saya tertekan karena selama ini saya korbankan semua hidup saya, kesempatan untuk berkarier, sampai kesempatan bersekolah ke luar negeri demi keutuhan rumah tangga dan keberhasilan suami dan anak-anak. Saya merasa ditikam dari belakang.
Suami minta maaf dan memohon saya untuk tidak meninggalkan dia karena pertimbangan anak. Akhirnya saya mau bertahan walaupun hari-hari dipenuhi dengan ke-bete-an yang entah kapan berakhir. Bayang-bayang perselingkuhan itu selalu tergambar dalam benak saya.
Dua tahun ini saya berusaha untuk menumbuhkan kepercayaan lagi. Tetapi, apa yang terjadi, minggu lalu saya menemukan SMS di HP suami dengan mantan teman tapi mesranya. Saya marah dan merasa dikhianati karena seharusnya sudah tidak ada kebohongan di antara kami.
Saya berpikir hubungan ini harus diakhiri dengan perceraian karena saya sudah tidak percaya kepada suami dan saya tidak melihat dia berniat untuk berubah. Tetapi, bagaimana dengan anak-anak kami? Saya tidak ingin anak-anak bernasib seperti ayahnya (anak korban perceraian).”
Meneliti kehidupan perkawinan
Perasaan N mungkin dialami oleh orang lain yang pasangannya berselingkuh. Marah dan terkejut, belum sembuh dari luka yang lama, dan mendapati pasangan ternyata masih menjalin hubungan dengan orang lain.
Untuk dapat mengambil keputusan yang terbaik di antara berbagai pilihan yang tidak ideal, kita perlu meneliti kehidupan perkawinan dan relasi dengan pasangan. Sisi apa dari pasangan yang dulu menarik atau membuat jatuh hati? Apakah sisi-sisi itu merefleksikan tanggung jawab dan kematangan ataukah justru kekurangmampuan bertanggung jawab? Misal: genit, tebar pesona; menarik tetapi sangat tergantung dan rapuh; atau sebaliknya, memaksakan kepentingan sendiri dan egois?
Bagaimana N melihat tanggung jawab suami saat ini sebagai suami dan ayah, selain perselingkuhannya? Apakah ia bertanggung jawab dan jujur soal nafkah, bersedia berbagi peran mendidik anak? Bagaimana karakteristik pribadi N dan suami, dan bagaimana gambaran relasi yang ada? Apakah N selalu berkorban dan mengalah, sementara suami justru mempersepsi N mendominasi dan kurang menghargai? Apakah suami sungguh menyesal atau hanya di mulut saja?
Terlepas dari karakteristik pribadi pembantu, kita perlu menyadari posisi pembantu yang tidak memiliki posisi tawar dan sangat rentan: mudah mengalami eksploitasi seksual (mungkin dari majikan pria) dan jadi kambing hitam. Sudah jadi korban masih dipersalahkan (mungkin oleh majikan perempuan ataupun majikan laki-laki).
Mengapa suami sampai berhubungan dengan pembantu? Apakah merefleksikan karakteristik pribadi suami yang sangat lemah (misal: merasa diri kecil dan tak berharga karena mempersepsi istri sangat dominan), atau ketidakmampuan mengendalikan dorongan seksual dan egoisme sebagai laki-laki? (memang terobsesi mencari kesenangan seksual, mengobyekkan dan tidak menghormati perempuan, tidak peduli norma serta tanggung jawab).
Menata masa depan
Memprihatinkan bahwa kegagalan rumah tangga cukup sering dipersalahkan kepada pihak perempuan atau istri, termasuk ketika suami melakukan tindakan tidak pantas terhadap (dengan) pembantu. Tetapi kita juga perlu merefleksi, apakah memang benar orang-orang lain menyalahkan dan memusuhi ataukah itu perasaan kita sendiri yang sangat malu dengan kejadian yang dianggap aib sehingga jadi sensitif dan mudah curiga?
Mungkin teman dan tetangga mendengar kasus itu, sangat terkejut dan bingung harus bereaksi bagaimana karena takut menambah persoalan. Sementara itu kita sendiri minder dan bingung sehingga hubungan yang sebelumnya akrab berubah kaku bahkan tak berlanjut.
Setelah meneliti diri sendiri, pasangan, relasi dengan pasangan, serta semua pihak terkait (kepentingan anak dan lainnya), kita lebih mengerti dan dapat mengambil keputusan. Seyogianya kita melanjutkan hubungan karena menganggap ada cukup banyak hal baik yang masih dapat dipertahankan dan terus dikembangkan. Terlalu cepat memutuskan berpisah belum tentu merupakan solusi yang baik, tetapi mempertahankan perkawinan yang terlalu buruk juga belum tentu positif bagi kepentingan anak.
Bagaimana anak dapat belajar dengan tenang, mengembangkan rasa bangga dan aman dalam keluarga, jika relasi ayah-ibu tidak memberikan contoh pembelajaran yang baik? Keputusan harus diambil dengan kepala dingin setelah mempertimbangkan berbagai hal penting terkait, jika perlu dengan melibatkan pihak yang dianggap bijaksana dan dapat memfasilitasi kita menemukan solusi yang tepat.
Perselingkuhan menghancurkan berbagai hal indah yang pernah dibangun bersama. Semua pihak perlu bersabar dan memberi waktu bagi diri dan pasangannya untuk dapat menyatukan kembali keping-keping yang pecah. Suatu hal sulit, tetapi masih mungkin dilakukan apabila ada ketulusan dan niat baik dari semua.

sumbernya 
read more...

Kenali Tanda-tanda Istri Berselingkuh

Banyak di antara pria merasa bahwa setelah menikahi wanita idaman mereka, para istri idaman ini tidak akan dapat berselingkuh. Para istri menjadi mahluk suci di mata para kaum Adam ini. Mereka lebih percaya terhadap mimpi di mana para wanita adalah kaum yang sangat manis dan tidak mungkin berselingkuh, apalagi sampai meninggalkan Anda.

Bahkan, kaum Adam yang sangat percaya diri dalam menghadapi para wanita ini sering kali merasa tak perlu lagi mengontrol para wanita, bahkan percaya total. Jadi, alangkah kagetnya jika mimpi indah Anda harus buyar karena berhadapan dengan kenyataan. Wahai para pria, bangunlah! Kaum wanita juga bisa berselingkuh di balik Anda! Kenali tanda-tandanya berikut ini.

1. Anda tidak lagi dibutuhkan
Ya, ketahuilah. Salah satu tanda bahwa istri Anda mungkin saja memiliki pria lain di hatinya adalah dia tidak lagi membutuhkan Anda untuk pergi menemaninya. Tiba-tiba istri Anda yang manis dan pergi ke mana pun bersama Anda berubah. Rutinitas belanja favoritnya yang dilakukan dengan Anda dan olahraga fitnes di tempat yang sama dengan Anda tiba-tiba tidak ingin ladi dilakukannya. Memang sih, bisa saja dia sedang menginginkan waktu untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, ingatlah, jika dia biasa tidak mandiri tanpa Anda di sampingnya, bahkan mungkin saja tak mau pergi tanpa Anda dan sikap itu tidak lagi terjadi belakangan ini, mungkin saja seseorang telah menggantikan posisi Anda di hatinya.

2. Istri Anda tidak lagi marah
Ini merupakan hal kecil, tapi bisa menjadi suatu indikator yang baik. Jika biasanya dia selalu marah kalau kebiasaan buruk Anda ditampilkan di depannya, tapi sekarang dia tidak lagi marah, bisa jadi ada yang lain di hatinya. Memang bagus dia tak lagi bawel pada Anda, tapi itu salah besar. Karena hal yang biasanya memicu kemarahan istri Anda tidak lagi menjadi masalah, berarti dia tidak lagi peduli terhadap Anda! Perhatikan lampu kuning itu!

3. Istri Anda tiba-tiba "bermain" rahasia
Dia biasa cerewet dan bercerita semua detail tentang kesehariannya kepada Anda dan itu tidak dilakukannya lagi, bahkan untuk mengetahui aktivitasnya mungkin saja Anda harus melirik Blackberry kecilnya, hmmm.... Saatnya Anda mulai bertanya mengenai perubahan sikap ini. Kecuali, dia tiba-tiba menjadi seorang agen rahasia yang penuh dengan misteri, Anda sebagai pasangan hidupnya harusnya menjadi orang terdekatnya, tempat ia biasa berbagi!

4. Dia menaruh fokus hanya pada Anda
Jika Anda bertanya sesuatu kepada pasangan dan dia membalikkan pertanyaan sehingga fokus kembali kepada Anda dan bukan lagi kepada dirinya sehingga lagi-lagi Anda yang menjawab bahwa Anda melakukan apa tadi malam atau bahkan minggu lalu, dan dia tampak tak mau dijadikan topik pembicaraan, bisa jadi dia menghindari salah ucap  yang membuat Anda curiga nantinya. Hey, bukankah komunikasi harus dua arah. Lagi pula, capek dong kalau Anda terus yang bercerita, kenapa tiba-tiba dia tidak mau lagi menjadi pusat perhatian?

5. Dia tiba-tiba bersikap sangat manis
Tidak hanya pria, kaum wanita pun bila merasa bersalah bisa saja membanjiri Anda dengan perhatian yang berlebihan sehingga Anda pun heran, ada apa dengannya? Ya, Anda memang harus bertanya, "Ada apa dengannya?"


sumbernya
read more...

Efek Ketidakhadiran Ayah: Buruk!

Kebanyakan orang berpendapat, anak merupakan tanggung jawab ibu karena ayah mencari nafkah. Pertimbangkan lagi pandangan ini! Sebab, absennya ayah dalam proses pendidikan terbukti memiliki dampak luar biasa bagi perkembangan anak.

Menyerahkan pendidikan anak hanya kepada ibu tampaknya harus dikaji ulang. Kalau sambil bercanda, kita bisa bilang, "Bikinnya berdua, kok setelah jadi si istri disuruh bertanggung jawab sendiri?” Memang ada beberapa alasan serius yang perlu dipertimbangkan ulang.

Pertama, anak merupakan buah cinta yang direncanakan dan diinginkan bersama antara suami dan istri, yang kehadirannya diharapkan dapat mengokohkan dan memperteguh hubungan mereka sebagai sebuah keluarga. Dengan demikian, keberadaan anak merupakan tanggung jawab suami istri bersama-sama.

Kedua, pembagian kerja secara seksual (sesuai dengan jenis kelamin), urusan publik (mencari nafkah) menjadi tanggung jawab ayah dan urusan domestik (mendidik anak dan mengurus rumah tangga) menjadi tanggung jawab ibu, kini tidak relevan lagi. Kebanyakan ibu kini juga bekerja, di luar ataupun di rumah, untuk menghasilkan uang. Tidak tepat lagi jika pendidikan anak dipasrahkan hanya kepada ibu.

Ketiga, dalam proses tumbuh kembang, ternyata anak-anak membutuhkan kehadiran ayah dan ibu sebagai patron atau panutan dan sumber kasih sayang.

Ayah kadang-kadang
Di Jepang, sebagian orang mencemaskan pertumbuhan anak-anak kota besar yang timpang akibat absennya ayah dalam proses tumbuh kembang generasi kristal itu. Mereka hidup serumah, tetapi pagi-pagi sekali ketika ayah belum bangun, anak sudah berangkat sekolah. Malam hari ketika anak sudah tidur, sang ayah baru pulang.
Begitu kehidupan mereka setiap har sehingga anak-anak tidak punya kesempatan bertemu ayahnya. Dikhawatirkan anak-anak di negara paling makmur di Asia itu bahkan menyaksikan (yang berarti belajar) bagaimana ayah dan ibu berinteraksi pun tidak pernah bisa.

Jika demikian, apakah mereka bisa diharapkan mengerti bagaimana laki-laki dan perempuan berinteraksi secara baik? Lebih dari itu, bagaimana anak-anak dapat tumbuh sebagai pribadi yang utuh dan kuat jika kehadiran ayah nol besar?

Penggambaran situasi semacam itu mungkin berlebihan. Namun, hal itu bisa menjadi peringatan bagi orangtua yang mengharapkan anak-anak tumbuh sehat fisik dan mentalnya agar tidak mengabaikan kebutuhan anak akan kehadiran ayah.

Di Indonesia, kita bisa menyaksikan banyak pria yang hanya kadang-kadang saja menjadi ayah. Mengapa disebut kadang-kadang karena sehari-hari mereka tidak memberikan kontribusi terhadap kebutuhan anak saat menghadapi proses belajar dan pembentukan diri. Hanya kadang-kadang saja mereka teringat dan terlibat dalam urusan anak.

Hal itu terjadi akibat perceraian ataupun lemahnya komitmen ayah terhadap proses tumbuh kembang anak. Lain dengan di Barat, orangtua yang bercerai masih bisa berbagi dalam hal mengurusi anak, di Indonesia perceraian umumnya tidak memerhatikan hak anak. Kalaupun ada perhatian, sebatas soal biaya anak yang dikemukakan. Karena itu, kalau terjadi perceraian, biasanya anak kehilangan salah satu orangtuanya.

Berdampak buruk
Ada sejumlah hasil penelitian yang memperlihatkan efek ketidakhadiran ayah, seperti dikutip menweb.org. Dalam studi yang dilakukan oleh Kalter dan Rembar dari Children’s Psychiatric Hospital, University of Michigan, AS, dari 144 sampel anak dan remaja awal yang orangtuanya bercerai, ditemukan tiga masalah utama.

Sebanyak 63 persen anak mengalami problem psikologis subyektif, seperti gelisah, sedih, suasana hati mudah berubah, fobia, dan depresi. Sebanyak 56 persen kemampuan berprestasinya rendah atau di bawah kemampuan yang pernah mereka capai pada masa sebelumnya. Sebanyak 43 persen melakukan agresi terhadap orangtua.

Dalam studi yang dilakukan khusus terhadap anak-anak perempuan, ditemukan hasil yang kurang lebih sama: 69 persen mengalami problem psikologis, 47 persen punya masalah akademis, dan 41 persen melakukan agresi terhadap orangtuanya.

Dalam Journal of Divorce Harvard University, AS, Rebecca L Drill, PhD, mengatakan, "Akibat perceraian orangtua dan absennya ayah, setelah itu memiliki dampak luar biasa negatif terhadap perasaan anak. Sebagai contoh, perceraian orangtua dan kehilangan ayah terbukti berkaitan erat dengan kesulitan anak melakukan penyesuaian di sekolah, penyesuaian sosial, dan penyesuaian pribadi.”

Singkat kata, tanpa mengabaikan hasil-hasil penelitian lain yang memperlihatkan bahwa anak yang orangtuanya bercerai dapat berhasil dalam hidupnya, absennya figur ayah dalam kehidupan anak memiliki dampak yang buruk terhadap anak. Karena itu, sebaiknya para ayah tidak under estimate atau menilai diri terlalu rendah menyangkut perannya dalam proses tumbuh kembang anak.

Mulai hari ini
Jika Anda, para ayah, merasa memiliki komitmen yang rendah terhadap proses pendidikan anak sehingga hubungan antara ayah dan anak menjadi kurang dekat, buang jauh-jauh ide "sudah telanjur” dari benak Anda!

Prof Rob Palkovitz, konselor dan penulis buku tentang keterlibatan ayah, mengingatkan, "Hentikan berpikir tentang masa lalu dan pusatkan perhatian Anda pada ke mana Anda ingin melangkah!”

Berikut ini beberapa saran Palkovitz berdasarkan hasil risetnya, interaksinya dengan empat anaknya, dan pengalamannya membantu anak-anak yang ayahnya absen dari sisi mereka:

1.    Pusatkan perhatian pada hal-hal yang benar dan positif bagi Anda dan anak. Sebagai contoh, katakan kepada diri Anda sendiri, "Betapa membanggakannya Ayah bekerja keras untuk menghidupi keluarga,” tanpa tambahan apa pun, dan betapa berbedanya kalau ada tambahan, "Tetapi, alangkah lebih baiknya kalau Ayah lebih sering berada di rumah." Sebaliknya, bicaralah kepada anak Anda, "Betapa bangganya menjadi ayahmu, Nak,” tanpa pernah menambahkan kalimat, “Tetapi, akan lebih membanggakan kalau kamu bisa membereskan kamarmu.” Jika Anda dapat memahami kedua hal tersebut, berarti dua langkah membangun hubungan sudah Anda lalui.

2.  Butuh waktu bertahun-tahun untuk membangun hubungan. Karena itu, pahami saat ini Anda berada di titik mana dan ingin menuju ke titik mana.

3.  Kehidupan ini dibangun oleh jutaan "sekarang juga". Jika Anda ingin membangun hubungan baik dengan anak-anak, mulailah sekarang juga.

4.  Pikirkan kalimat apa yang ingin diucapkan oleh anak-anak ketika mereka meninggalkan rumah: “Ayahku selalu...” Kata-kata apa yang Anda inginkan diucapkan anak-anak untuk melengkapi kalimat tersebut, maka itulah jalan untuk memulai perubahan sikap Anda sendiri. Mau jadi ayah yang baik?

Kriteria ayah yang baik
Dalam bukunya yang berjudul Involved Fathering and Men’s Adult Development: Provisional Balances, Prof Rob Palkovitz membuat kriteria tentang kualitas seorang ayah yang baik.  Simak dan periksa, apakah Anda termasuk di dalamnya!

Perceraian ayah dan ibu tidak dapat menjadi alasan yang cukup untuk menilai diri baik atau tidak sebagai ayah. Sebab, meskipun ada istilah “bekas istri” atau “bekas suami,” tidak ada “bekas ayah”.
  •      Suportif
  •      Menetapkan peraturan
  •      Bertindak sebagai guru
  •      Pembimbing moral
  •      Menjadi model peran bagi anak
  •      Memiliki kesabaran
  •      Pendengar yang baik
  •      Pemberi nafkah yang baik
  •      Hidup sesuai dengan harapannya atas kehidupan anaknya
  •      Tetap ingat bagaimana rasanya menjadi anak sehingga mengerti perasaan anak
sumbernya
read more...

Menerima Ketidaksempurnaan

Kondisi stres yang sedang kita alami, baik mengenai tekanan pekerjaan maupun masalah keluarga, cenderung membuat kita menjadi orang yang lebih cepat marah dan mudah emosi.

Di dalam berhubungan, terkadang perilaku tersebut bisa menyebabkan perasaan tersinggung atau bahkan pertengkaran dengan pasangan kita. Oleh sebab itu, mari redam hawa peperangan dengan mengerti sedikit siapa dan bagaimanakah pasangan kita.

Tidak ada orang yang sempurna. Kita semua pasti memiliki kekurangannya masing-masing, begitu juga dengan pasangan kita. Dengan mencoba belajar untuk bisa melihat mereka dari sudut pandang yang lebih rasional atau lebih dimengerti, mungkin bisa menjadi kado hari Valentine terbaik yang bisa diberikan kepada pasangan kita.

Menurut studi yang dilakukan di University of Washington, Neil Jacobson, PhD, psikolog dan pendiri integrative behavioral couples therapy, menyatakan perilaku saling menerima antar pasangan tidak hanya akan meningkatkan keintiman dan kepuasan dalam berhubungan saja, tapi juga bisa menghindari kita terjadinya perselingkuhan. Sebab dengan sikap saling menerima, maka kedua belah pihak tidak akan merasakan adanya tekanan satu sama lain.

Sembrono.
Jika seorang pria mampu membangun rumah, menerbangkan pesawat, memperbaiki mobil yang rusak, tapi banyak wanita yang merasa heran, mengapa para suami tidak bisa membersihkan cucian piring? Atau sekedar mengganti tisu di toilet yang sudah habis? Sebenarnya, kita tidak perlu seorang profesor untuk mengetahui alasan mengapa wanita lebih condong bisa melakukan pekerjaan rumah lebih banyak dibading yang para kaum pria bisa kerjakan.

Sebenarnya, faktor keengganan suami pasangan membantu kita adalah karena mereka memiliki rasa takut lebih besar akan mengganggu pekerjaan kita dibanding kekacauan yang bisa dan akan mereka perbuat.

Dibanding marah-marah, sebaiknya apa yang bisa kita lakukan? Gunakanlah komunikasi yang efektif, yaitu komunikasi yang tidak hanya sebatas penyampaian pesan saja tapi harus disertakan dengan kontak verbal, seperti kontak mata dan penggunaan intonasi yang tepat, atau kita bisa membubuhkan sedikit humor. Jika suami tampak tidak peduli sama sekali dengan debu-debu yang menempel di perabot rumah, maka pahamilah bahwa memang kaum pria tidak didesain untuk bisa memperhatikan hal-hal yang kecil seperti kaum perempuan.

Tidak banyak bicara. Biasanya, wanita memang lebih terbuka dan cerewet dibanding kaum pria. Penelitian yang dilakukan Ronald F.Levant, EdD, dari University of Akron, menyatakan sebenarnya baik lelaki maupun perempuan dilahirkan dengan kapasitas berperilaku ekspresif yang sama, namun yang membuatnya berbeda adalah cara mensosialisasikannya saja.

Orang tua akan lebih cenderung mengekspos jangkauan emosi mereka yang lebih luas pada anak perempuannya dibanding anak lelaki, dan orang tua juga bekerja keras untuk bisa mengantur perubahan emosi dari anak-anak mereka. Mungkin saja, pasangan hidup kita merupakan tipe lelaki pendiam dikarenakan sejak kecil memang mereka tidak diajarkan untuk mengekspresikan emosi mereka.
Jadi jangan pernah menginterpretasikan “diamnya” pasangan sebagai sinyal bahwa mereka sudah mulai bosan dan tidak lagi tertarik dengan kita. Seharusnya, jika kita percaya akan besarnya cinta pasangan pada kita, maka kita bisa melihat bagaimana pasangan mengkomunikasikan bentuk cinta mereka dengan cara yang non-verbal.

Terlalu sibuk. Memiliki pasangan yang bekerja 7/24 jam memang kadang membuat kita kesal, marah dan tidak dihargai. Tapi cobalah kita selami satu kata, yaitu pengampunan. Dimana kita bisa menerima dan mengampuni kesalahan orang lain serta mengubah pengampunan tersebut menjadi rasa sayang.
Ajaklah pasangan kita untuk berbicara dari hati ke hati, ketimbang hanya menyalahkan dan mengeluarkan kalimat makian. Berikan rasa hormat dan dukungan kepada pasangan kita sehingga mereka bisa merasakan kalau kita selalu ada untuk mendukung dan memberikan perhatian kepada mereka. Dan pada akhirnya, mereka dengan sendirinya akan merubah jadwal kerja dan ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan kita.

Berusaha untuk belajar mencintai kekurangan pasangan kita bukan berarti mereka akan merubah perilaku mereka. Tapi, yang pasti kita sendiri akan merasakan perubahannya, seperti peningkatan rasa percaya, intimasi, dan rasa sayang kepada pasangan kita. Coba pada valentine kali ini :

1. Tuliskan surat kepada pasangan kita yang berisi apresiasi kita untuk segala bentuk empati, keingintahuan, dan kebaikan yang dia tunjukkan melalui kekurangan yang ada padanya.

2. Berikan pasangan kita kado spesial untuk merayakan perbedaan kita. Contoh, jika pasangan kita suka menikmati konser dengan hingar bingarnya dan kita tidak, coba belilah 2 tiket konser untuk kita tonton bersama. Tunjukkan betapa besarnya cinta kita dengan menikmati konser tersebut karena hal itu yang akan membuat pasangan kita bahagia.

sumbernya
read more...

Yang Dikejar, Kok Tak Membuat Bahagia?

Bila keinginan kita terpenuhi, kita akan senang (bungah), lalu berkembang keinginan baru yang lebih besar (mulur). Sebaliknya, bila keinginan tidak terpenuhi, kita menjadi sedih (susah), dan kita dapat menyusut (mungkret).

Dalam hidup ini tidak mungkin keinginan seseorang terus-menerus terpenuhi. Kadang terpenuhi, kadang tidak. Itulah sebabnya, tidak ada keadaan bungah ataupun keadaan susah yang langgeng. Senang dan susah selalu silih berganti.

Sebagai salah satu contoh adalah pengalaman hidup Nova (bukan nama sebenarnya). Ia wanita lajang berusia sekitar 35 tahun. Bila orang lain banyak yang mengalami susah payah mencari pekerjaan pada masa-masa awal, Nova justru sudah dapat bekerja di sebuah perusahaan ketika masih duduk di bangku kuliah di sebuah kota pelajar.

Dengan bekal sebagai sarjana ekonomi akuntansi dari perguruan tinggi ternama, dan juga keterampilan yang tinggi di bidangnya, setelah lulus ia dengan mudah mendapatkan pekerjaan baru di Jakarta.

Selama sembilan tahun Nova menekuni pekerjaan pada sebuah perusahaan. Namun, dalam masa kerja selama sembilan tahun itu ternyata ia tidak bahagia dengan pekerjaannya. Pertama, ia tidak puas dengan gaji yang diterima. Setelah menempuh negosiasi dengan pimpinan, akhirnya toh gajinya dinaikkan.

Setelah itu ia masih merasakan ketidakpuasan yang lain, yakni merasa tidak dapat berkembang karena lingkungan kerja yang tidak menantang. Hal yang sulit diterimanya adalah ”jiwa sosial” pimpinan perusahaan yang mudah menerima siapa saja yang butuh pekerjaan.

Akibatnya banyak karyawan yang kurang berketerampilan sehingga pekerjaan tidak dapat berjalan efisien, sementara pimpinan tidak melakukan program-program pembinaan karyawan.

Dengan keadaan seperti itu akhirnya Nova memilih pindah ke perusahaan yang lain. Namun, ternyata keadaan perusahaan baru ini juga kurang sesuai dengan keinginan Nova, lalu sekali lagi ia pindah ke perusahaan yang lain. Lebih satu tahun ia bekerja pada perusahaan ini, ternyata akhirnya perusahaan gulung tikar. Alhasil, sudah tiga bulan ini Nova menganggur.

Dapat dibayangkan bagaimana rasanya sekian lama menganggur. Keinginan untuk kembali mendapatkan pekerjaan sangat kuat. Hal ini membuat Nova mengalami perasaan panik, terutama dalam saat-saat mengikuti seleksi masuk pekerjaan. Semakin kuat keinginannya untuk mendapatkan pekerjaan, ia semakin panik, semakin takut tidak diterima.

Keadaan ini akhirnya membuat Nova merindukan untuk kembali bekerja di perusahaan yang dulu sudah tidak disukai dan ditinggalkannya. Sifat sosial pimpinan (mudah menerima orang yang butuh pekerjaan) yang dulu tidak disukainya, kini justru didambakan.

Nah, tampak sekali betapa bahagia (bungah) dan sedih (susah) merupakan buah ”permainan” keinginan (karep) yang ada dalam diri sendiri. Kebahagiaan di awal masa muda karena cepat memiliki pekerjaan telah berkembang (mulur) menjadi keinginan akan pekerjaan yang lebih ideal.

Setelah keinginan tidak terpenuhi, keinginan itu kemudian menyusut (mungkret): Nova kembali menginginkan pekerjaan yang lama. Tampak bahwa Nova justru menjadi tidak bahagia karena mengejar pekerjaan yang disangkanya lebih ideal. Pada akhirnya toh ia kembali menginginkan pekerjaannya semula yang dulu sudah ditolaknya.

Penting: Menemukan Sebab
Suryomentaram, seorang tokoh Psikologi Jawa, menemukan bahwa kebahagiaan itu sesungguhnya hanyalah akibat belaka, seperti halnya kesusahan. Hal yang lebih penting adalah menemukan sebab dari rasa susah dan rasa bahagia.

Orang perlu menemukan bahwa egoisme adalah sebab rasa celaka (tidak bahagia), dan hanya dengan menemukan naluri dalam diri yang seperti itu kita dapat menumbuhkan sebab bagi lahirnya rasa bahagia. Untuk itu Suryomentaram mengajarkan tentang Pengawikan Pribadi, yaitu pengetahuan akan rasa senang dan rasa bencinya sendiri.

Dalam hal olah rasa menemukan pengawikan pribadi ini Ki Ageng Suryomentaram mengungkapkan:

“Di atas bumi dan di kolong langit ini tidak ada barang yang pantas dicari, dihindari, atau ditolak secara mati-matian. Meskipun demikian, manusia itu tentu berusaha mati-matian untuk mencari, menghindari atau menolak sesuatu, walaupun itu tidak sepantasnya dicari, ditolak, atau dihindarinya. Bukankah apa yang dicari atau ditolaknya itu tidak menyebabkan orang bahagia dan senang selamanya, atau celaka dan susah selamanya.”

Apabila orang mengerti bahwa semua peristiwa itu tidak ada yang mengkhawatirkan dan tidak ada pula yang sangat menarik hati, teranglah pandangannya, serta bebaslah ia dari keterikatan pada barang-barang.

Barang-barang di atas bumi dan di kolong langit itu tidak menyebabkan orang bahagia atau celaka. Juga tidak menyebabkan orang senang atau susah. Karena pada hakikatnya, yang menyebabkan senang itu ialah keinginannya tercapai, dan yang menyebabkan susah itu ialah keinginannya tidak tercapai. Jadi, bukanlah barang-barang yang diinginkannya.

Apa yang dialami oleh Nova di atas merupakan contoh yang cukup jelas, bahwa ternyata pekerjaan itu sendiri (barang duniawi) bukanlah hal yang mendatangkan kesenangan. Semakin ia mengejar keinginannya akan pekerjaan yang disangkanya mendatangkan kesenangan, ternyata semakin susahlah dia.

Perlu diketahui bahwa keinginan manusia itu pada umumnya bergerak dalam usaha mencari drajat, semat, dan kramat. Mencari semat berarti mencari kekayaan, keenakan, dan kesenangan. Mencari drajat berarti mencari keluhuran, kemuliaan, kebanggaan, keutamaan. Mencari kramat berarti mencari kekuasaan, kepercayaan, agar disegani dan dipuji-puji.

Keinginan merupakan sesuatu yang abdi, yang selalu ada sepanjang hidup manusia. Manusia itu keinginan. Manusia itu abadi (lestari), sebentar senang, sebentar susah.
Bila keabadian ini dimengerti, kita akan bebas dari penderitaan neraka penyesalan dan kekhawatiran, keluar dari penderitaan neraka iri dan sombong serta rasa celaka. Muncullah yang disebut dengan ”manusia tatag”, yaitu manusia yang berani (tidak khawatir) menghadapi keadaan apa pun. Masuklah ia dalam surga tenteram dan tabah yang menyebabkan orang bersuka-cita dan bahagia.

Hal lain yang juga diajarkan berkaitan dengan pengawikan pribadi, agar dapat menjadi tatag diharapkan orang bertindak sesuai dengan prinsip ”enam sa”: sabutuhe (sesuai kebutuhan), saperlune (sesuai keperluan), sacukupe (secukupnya), sakepenake (menjalani dengan enak), samestine (sebagaimana mestinya), sabenere (secara benar).

Mengawasi Keinginan
Setelah bersuka-cita dan bahagia, dapatlah orang menyadari dirinya sendiri sewaktu timbul keinginan apa pun. Setiap keinginan itu pasti mengandung rasa takut kalau-kalau tidak tercapai.

Untuk itu harus segera diyakini bahwa ”Keinginan itu jika tercapai tidak menimbulkan bahagia, melainkan senang sebentar, kemudian susah lagi. Bila tidak tercapai pun tidak menyebabkan celaka, hanyalah susah sebentar yang kemudian akan senang lagi.”

Bila kita sudah menyatakan demikian, selanjutnya kita dapat menantang, ”Silakan keinginan berusaha mati-matian mencari senang-senang abadi, dan mati-matian menolak susah abadi, pastilah tidak berhasil. Kamu (keinginan) tidak mengkhawatirkannya lagi.

Bila kita dapat meyakini keinginan diri seperti itu, lenyaplah rasa prihatin. Berbarengan dengan lenyapnya rasa prihatin, tumbuhlah si pengawas keinginanya sendiri yang paham akan keinginannya sendiri.

sumbernya
read more...

Membina Moral Lewat Pengasuhan Orangtua

Dalam suatu pertemuan informal, beberapa orangtua menyatakan prihatin mengenai runtuhnya nilai-nilai moral bangsa kita. Di antaranya adalah terungkapnya banyak kasus korupsi, penganiayaan pada pasangan perkawinan, maupun perilaku ”bullying” di kalangan anak-anak sekolah. Mereka bertanya apa yang telah salah pada pengasuhan orangtua sebagai sumber pembentukan moral seseorang?

Untuk merespons hal ini, saya ingin membahas mengenai apa yang dimaksud dengan nilai moral dan perkembangan moral pada seseorang, kemudian bagaimana orangtua dapat meningkatkan nilai moral dalam keluarga. Pembahasan akan saya bagi dalam dua kali penulisan, mengingat terbatasnya tempat untuk rubrik ini.

Nilai moral

Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), istilah moral berarti ajaran tertentu, baik buruknya perbuatan, sikap, akhlak, budi pekerti, susila yang diterima oleh orang pada umumnya. Menurut Linda dan Richard Eyre (1993), nilai moral adalah standar perbuatan dan sikap yang menentukan siapa kita, bagaimana kita hidup dan memperlakukan orang lain.

Nilai yang baik bisa menjadikan orang lebih baik, hidup lebih baik, dan memperlakukan orang lain secara lebih baik. Adapun yang dimaksud dengan moralitas adalah perilaku yang diyakini banyak orang sebagai benar dan sudah terbukti tidak menyusahkan orang lain, bahkan sebaliknya akan menyenangkan orang lain.

Pasangan Eyre mementingkan 12 macam nilai moral yang perlu ditanamkan pada anak, yaitu kejujuran, keberanian, kemampuan mencari damai, percaya diri, disiplin diri dan sikap tahu batas, kemurnian, kesetiaan/dapat dipercaya, respek/hormat, cinta/kasih sayang, tidak mementingkan diri sendiri/kepekaan, baik hati dan keadilan/rasa belas kasihan (pembahasan lebih lanjut mengenai 12 nilai moral ini akan diberikan pada tulisan berikutnya).

Perkembangan moral dari segi psikologis
Berkembangnya aspek moral pada diri seseorang terjadi secara bertahap dan merupakan proses yang lama dan lambat. Para ahli psikologi perkembangan sepakat mengatakan bahwa bayi tergolong seorang yang nonmoral, dalam artian bahwa tingkah lakunya tidak dibimbing oleh norma-norma moral. Baru lambat laun ia akan mempelajari kode moral dari orangtua/pengasuhnya kemudian guru-guru dan teman bermainnya.

Perkembangan moral pada awal masa kanak (2-5 tahun) masih berada pada tingkat yang sederhana. Anak belum mampu mengerti prinsip-prinsip abstrak tentang benar dan salah. Dalam tahap ini, anak secara otomatis mengikuti aturan-aturan tanpa berpikir atau menilai. Ia menilai semua perbuatan sebagai benar atau salah berdasarkan akibat-akibatnya, bukan berdasarkan motivasi yang mendasarinya. Mereka berpikir bahwa perbuatan yang salah adalah yang mengakibatkan hukuman.

Dalam tahap awal, anak berorientasi patuh-dan-hukuman dalam arti ia menilai benar salahnya perbuatan berdasarkan akibat fisik dari perbuatan itu. Baru tahap berikutnya anak menyesuaikan diri dengan harapan sosial agar mendapat pujian. Pada masa ini anak belum mengembangkan hati nurani sehingga ia tidak merasa bersalah atau malu bila melakukan sesuatu yang diketahui sebagai sesuatu yang salah. Malahan ia takut dihukum atau berusaha untuk membenarkan perbuatannya untuk menghindari hukuman.

Pada usia 10-12 tahun, anak makin memperluas konsep sosialnya sehingga perbuatannya mencakup situasi apa saja, lebih dari hanya situasi khusus. Pengertian yang kaku tentang benar-salah, yang dipelajari dari orangtua, menjadi berubah dan anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral.
Relativisme moral menggantikan moral yang kaku. Misalnya, bagi anak 5 tahun, berbohong selalu buruk, tetapi bagi anak yang lebih besar disadari bahwa dalam beberapa situasi, berbohong dibenarkan dan karena itu berbohong tidak selalu buruk.

Masa remaja
Memasuki masa remaja, ia diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku khusus di masa kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya. Sekarang, ia harus mengendalikan perilaku sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orangtua dan guru.
Ia diharapkan mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari beberapa sudut pandang dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.

Remaja tidak lagi begitu saja menerima kode moral dari orangtua, guru, dan teman sebayanya. Saat ini, ia ingin membentuk kode moral sendiri berdasarkan konsep tentang benar dan salah yang telah diubah dan diperbaikinya agar sesuai dengan tingkat perkembangan yang lebih matang dan yang telah dilengkapi dengan hukum dan aturan yang telah diperoleh sebelumnya.

Beberapa remaja bahkan telah melengkapi kode moral mereka dengan pengetahuan yang diperoleh dari pelajaran agama. Pembentukan kode moral terasa sulit bagi remaja karena ada ketidakkonsistenan konsep benar-salah yang ditemukannya dalam kehidupan sehari-hari.

Secara lambat atau cepat, remaja akan mengerti, misalnya, bahwa teman-teman dari berbagai latar belakang sosioekonomi, agama atau ras, mempunyai kode yang berbeda tentang salah-benar, bahwa kode moral orangtua dan guru sering lebih ketat dari kode teman sebayanya.

Dengan memahami berkembangnya nilai moral pada diri seseorang, diharapkan orangtua dapat menyesuaikan cara/metode pengasuhannya sesuai dengan usia sang anak.

sumbernya
read more...