Sabtu, 26 Juni 2010

Yuk, Wujudkan Mimpi Jadi Peneliti!

ADAKAH di antara anak-anak kita yang menjawab ingin jadi peneliti saat ditanya cita-citanya? Mungkin sangat sedikit. Benarkah karena peneliti tak bermasa depan cerah?

Dokter, pilot, polisi adalah sederet cita-cita banyak anak Indonesia. Beranjak dewasa, cita-cita yang dibuat sejak kecil dulu bisa jadi berubah, sedikit ataupun banyak. Nyatanya, memang tak banyak pelajar SMU atau mahasiswa yang ingin bergelut di bidang sains.

Salah satu modal seorang peneliti dan tentunya banyak bidang profesi lainnya adalah minat. Minat atau passion mengarahkan seseorang untuk mau terus mendalami ilmu yang sedang digeluti. Apalagi untuk peneliti, butuh waktu bertahun-tahun untuk melakukan penelitian dan terus belajar.

“Untuk menjadi peneliti awalnya harus ada minat. Harus melewati proses  dengan batas waktu yang panjang. Sebab, tidak ada penelitian yang dikatakan berhenti atau selesai. Penelitian tidak dibatasi dengan waktu. Kuncinya, banyak baca dan cari informasi dari banyak sumber,” tutur Atik Retnowati SP MSc, penerima National Fellow L’Oreal-UNESCO For Women in Science 2008 yang merupakan peneliti LIPI Cibinong ditemui di L’Oreal Girls Science Camp 2010, Bella Campa, Bogor, Rabu (23/6/2010).

Selain tak cepat puas belajar, menjadi seorang peneliti pun ada kriterianya. “Kriteria seorang peneliti, di antaranya open minded, creative, dan out of the box, berpikir di luar kebanyakan orang” tegas Dr Wiratni, penerima National Fellow L’Oreal-UNESCO For Women in Science 2007 yang merupakan pengajar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, di tempat yang sama.

Sains bukanlah ilmu yang hanya bermanfaat untuk bidang eksak atau pengetahuan alam, tapi juga kajian sosial (social science). Kontribusi sains dibutuhkan dalam berbagai bidang kehidupan manusia.

“Dengan menjadi peneliti, kita tahu prediksi apapun, prospek ke depan. Semua orang butuh ilmu sains, bahkan juga ilmu sosial,” tutur Wiratni.

Wiratni mengimbuhkan, peneliti adalah orang yang paling bebas yang pekerjaannya tidak dibatasi oleh siapapun. Sayangnya, masyarakat belum tahu prospek masa depan yang dimiliki peneliti. Dr Munti Yuhana penerima National Fellow L’Oreal-UNESCO For Women in Science 2007 yang juga pengajar di Institut Pertanian Bogor menceritakan pengalaman menyenangkan dan kepuasan batin yang dirasakan dengan menjadi peneliti.

“Setahun sekali bisa jalan-jalan ke luar negeri, keliling dunia. Sesuatu yang mungkin bagi peneliti. Tinggal bagaimana peneliti tersebut kreatif mencari sumber dana, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, instansi pemerintah ataupun kalangan swasta,” ujarnya seraya menegaskan selain minat, jaringan (networking) juga tak kalah penting.

Sebenarnya, kurangnya ketertarikan siswa terhadap bidang sains salah satunya bisa dialamatkan pada sistem pendidikan yang berlaku di Indoesia, seperti ditukaskan
Camelia Panatarani, penerima National Fellow L’Oreal-UNESCO For Women in Science 2008 yang juga pengajar FMIPA Universitas Padjadjaran, Bandung. Kurikulum pendidikan masih memberatkan nilai ketimbang pemahaman siswa. Akibatnya, siswa lebih takut tidak lulus Ujian Nasional, misalnya, daripada tidak paham pelajaran. Padahal, seorang peneliti harus bisa menganalisa mengapa sesuatu terjadi.

“Sistem pendidikan kita tentu berpengaruh. Sistem pendidikan kita masih mencari nilai, bukan bagaimana sesuatu itu bisa terjadi. Misalnya, calon mahasiswa merasa harus ikut bimbingan belajar untuk bisa masuk perguruan tinggi. Mereka belajar bagaimana cara menjawab soal dengan cepat dan benar, tapi bukan mengapa jawaban suatu pertanyaan adalah begini dan pertanyaan lain adalah begitu. Harus diubah dari semua pihak,” paparnya.

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Yuk, Wujudkan Mimpi Jadi Peneliti!"

Posting Komentar