Sabtu, 01 Mei 2010

Menuju Lokalisasi Industri PC Indonesia


Bangga akan produk Indonesia. Itulah yang ingin ditularkan oleh Timothy Siddik, pendiri komputer merek Zyrex. Cuma, “apakah mungkin melokalisasi industri TI (teknologi informasi) di Indonesia? ,“ tanya Samuel Lawrence (CEO, Axioo) saat mulai angkat bicara dalam acara 2010 Apkomindo Summit di Jakarta (19/4/2010). “TI tidak ada local content, cuma tempel merek doang. Itu anggapan beberapa tahun yang lalu,” katanya lagi.
Mari kita lihat dulu fakta di lapangan yang dipaparkan oleh Suhanda Wijaya (Ketua Umum, Apkomindo) dalam acara jumpa pers di pagi hari acara tersebut. Di tanah air tercinta ini, tahun lalu penjualan PC mencatatkan angka 2,8 juta unit, meningkat dibandingkan tahun 2008 yang berjumlah 2,2 juta unit.
Tahun ini, jumlah PC terjual diperkirakan akan mencapai angka 3,6 juta unit. “Kuartal pertama tahun 2010, sudah terjual 800 ribu unit PC (termasuk desktop). Dibandingkan tahun 2009 peningkatannya sangat tinggi. Karena di tahun 2008 akhir ada krisis,” begitu kata Suhanda yang mengutipkan data internal Apkomindo.
“Pertumbuhan tahun ini 35%,” tambah Merry Harun (Wakil Ketua Umum, Humas, Media, Promosi & Komunikasi, Apkomindo). “Tingkat kandungan dalam negeri berkisar 20 sampai 30 persen. Sebelumnya kurang dari 10%,” kata Suhanda.
 
Indonesia Tumbuh Melampui Dunia
Angka pertumbuhan pasar di Indonesia, kata Suhanda menggarisbawahi, tahun ini memang melampui prediksi pasar PC dunia yang dikeluarkan oleh lembaga survei internasional IDC (15%) maupun Gartner (7%). “Indonesia merupakan negara Asia Pasifik dengan pertumbuhan tertinggi, sehingga menjadi target dari perusahaan-perusahaan multinasional,” jelasnya.
Jason B.T. Lim (President Director, Acer Indonesia) pun sepakat dengan besarnya pasar Indonesia. “Indonesia punya banyak potensi pasar. Permintaaan pasar sudah kembali ke angka dua digit. Pasar-pasar baru (emerging), yakni Indonesia, India dan Cina, akan memimpin pertumbuhan,” prediksi Jason.
 
Sudah Perlu Lokalisasi
“Pasar Indonesia tumbuh cepat, tapi apa manfaatnya? Kebanyakan di sini adalah distributor. Padahal pasar TI Indonesia mencapai di atas US$ 11 miliar dalam empat tahun mendatang. Pasar kita sudah cukup besar untuk lakukan lokalisasi,” tantang Lawrence. Total industri lokal di Indonesia, menurut petinggi komputer merek lokal Axioo itu, bernilai US$ 1,5 miliar.
Syarat utama untuk berkembang menjadi negara kuat di TI, jelas Samuel, antara lain adalah adanya pasar lokal yang kuat dan dukungan dari pemerintah. Pasar lokal yang kuat itu, kata Samuel, sudah ada. Lihat saja jumlah penduduk kita. Pengakuan dari dunia pun sudah digenggam. Sebab menurut Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar yang juga hadir di acara, Indonesia adalah negara G20 dengan tingkat pertumbuhan ekonomi di peringkat 16.
Apa sih pentingnya melokalisasi? Dalam acara terpisah, Tom Burns (Global Director, Content & Services, World Ahead Program Team, Intel Semiconductor Ltd.) menceritakan bagaimana ICT (information & communication technology) sukses memicu percepatan produktivitas di AS yang warganya dulu merupakan petani. “Akibatnya, GDP AS US$ 1,9 triliun lebih besar. Kapitalisasi ICT berdampak 7x dalam produktivitas dibandingkan kapital nonICT di negara yang tingkat penggunaan TI-nya lebih rendah.”
Selain bisa meningkatkan produktivitas, lokalisasi berarti menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas bagi rakyat. “Kombinasi pasar yang besar dan kebijakan (pemerintah) yang tepat adalah kunci kesuksesan,” kata Mahendra.

 Perlu Dukungan Pemerintah
Suhanda menyebutkan tantangan yang dihadapi, termasuk untuk lokalisasi. “Affordability, alias daya beli masyarakat. “ kata Suhanda tentang kendala pertumbuhan pasar. “Penetrasi akan meningkat jika ada affordability,” jelasnya.
Ia lalu menghimbau pemerintah untuk memberikan dukungan dengan regulasi yang efektif dan kondusif. “Dukungan pemerintah sangat diharapkan agar seluruh transaksi hanya menggunakan mata uang Rupiah, bukan mata uang asing sehingga tingkat pertumbuhan pembelian tidak terganggu oleh fluktuasi mata uang asing,” kata Suhanda. Ia juga berharap pemerintah memberikan dukungan melalui program SNI dan program label bahasa Indonesia yang konsisten.
 
Peluang Besar
Selain daya beli masyarakat, Mahendra menekankan perlunya konektivitas akses Internet, termasuk Wi-Fi yang gratis di jalan-jalan protokol yang bisa diakses oleh anak-anak sekolah atau mahasiswa. “Konektivitas juga penting untuk (mendukung) penetrasi. Perlu terus sinergi dengan stakeholder dan peran daerah,” kata Mahendra.
Maklum penggunaan dan populasi PC dan Internet di Indonesia baru mencapai 4%, sangat rendah jika dibandingkan jumlah penduduk negara kita yang 230 juta. Juga tertinggal jauh dibandingkan negara-negara tertangga.
Anindya N. Bakrie (Waketum Tetap Telematika KADIN Indonesia) mengamini terbatasnya penetrasi Internet di tanah air. “Di Indonesia kurang dari 10%. Australia 70%, Malaysia dan Cina di bawah 50%, “ kata kakak kandung dari Adrie Bakrie yang menikahi artis Nia Ramadhani itu.
Namun menurut Anindya, justru ini merupakan kesempatan untuk meningkatkan kinerja untuk menjadi pemain di negara sendiri “Harus wujudkan masyarakat Indonesia berbasis pengetahuan. TI bisa menjadi sarana, enabler untuk pecahkan berbagai masalah di luar negeri maupun dalam negeri. Tidak ada alasan Indonesia tidak bisa memimpin di industri perangkat komputer. Harusnya dengan bantuan pemerintah bisa ciptakan economy of scale yang bisa bersaing. Kita sudah punya industri domestik yang kuat,” urainya. “Sudah waktunya Indonesia memimpin di percaturan dunia,” tegasnya lagi.
“ Komputer Indonesia tidak berkembang tanpa infrastruktur. Tanpa infrastruktur pendukung, penjualan komputer tidak akan maju,”cetus Syahfirie Manaf dari Bank Dunia. Ia merujuk pada prediksi data belanja TI tahun ini yang bernilai total US$ 8,1 miliar, yang naik 7,43% dibandingkaan tahun 2009.
“Pertumbuhan 7,43% kurang bagus untuk industri komputer di Indonesia,” katanya membandingkannya dengan tingkat inflasi 6%. “Harus mendorong pemerintah untuk percaya pada produk-produk Indonesia,” pesannya. Syahfirie tidak menyarankan pengusaha maupun pemerintah daerah untuk mengandalkan pinjaman dari Bank Dunia untuk urusan ICT (information communication technology). Sebab, “program yang berhubungan dengan TI secara utuh tidak ada. Program World Bank anggap ICT tidak termasuk karena bisa ditangani oleh pemerintah sendiri,” terangnya.
“Jangan terlalu produk luar negeri minded,” kata Timothy. “Bikinlah merek sendiri, jangan merakit komputer tanpa merek,” ajaknya kepada semua pengusaha komputer di tanah air.
Jadi, mari kita tunggu kehadiran PC-PC lokal yang bisa membuat kita bangga dan makin bangga.



Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Menuju Lokalisasi Industri PC Indonesia"

Posting Komentar